Memaknai Bencana Alam, Antara Adzab, Ujian, Atau Teguran

Oleh: Ustadz Assaduddin

Selama Bulan Oktober 2010 kemarin benar – benar menjadi bulan duka bagi negeri ini. Setidaknya ada tiga bencana besar menimpa di tiga wilayah berbeda. Dimulai dengan banjir bandang di Wasior, Papua, yang   menyebabkan setidaknya 145 orang tewas, 179 luka berat, 641 luka ringan, dan 103 orang hilang.

Beberapa hari kemudian, dua bencana alam kembali terjadi hanya dalam rentang waktu 24 jam.  Meletusnya Gunung Merapi di DIY yang menyebabkan 42 orang meninggal dunia dan lebih 1700 orang terluka / sakit. Berikutnya terjadi Gempa dan Tsunami di Mentawai, Sumatera Barat yang mengakibatkan 431 orang tewas dan ratusan lainnya hilang tak tentu rimbanya.

Tentu saja tiga bencana alam besar ini membuat kita bertanya, mengapa ini semua terjadi? Apa yang salah dengan negeri ini ? Dosa apa yang telah kita perbuat ? Tulisan ini mencoba merangkum pendapat para ulama dalam memaknai peristiwa bencana atau musibah.

Bukan Azab Allah

Sebagian orang beranggapan bahwasanya terjadinya bencana besar di tiga wilayah negeri ini adalah azab atau hukuman Allah atas banyaknya kemaksiatan yang terjadi. Korupsi dianggap biasa, perzinahan merajelala, judi dilegitimasi dalam berbagai bentuk hiburan di televisi dan banyak kemaksiatan lainnya.

Memang kemaksiatan seolah menjadi hal yang lumrah di negeri ini, namun bencana alam bukanlah azab Allah. Sesungguhnya Allah SWT telah berfirman:

“Jikalau Allah menghukum manusia karena kezalimannya, niscaya tidak akan ditinggalkan-Nya di muka bumi sesuatu pun dari makhluq yang melata, tetapi Allah menangguhkan mereka sampai pada waktu yang ditentukan”. (TQS. An Nahl : 61)

Ayat diatas telah menjelaskan bahwa jika Allah berniat menghukum / mengazab manusia karena kedzalimannya, niscaya tidak akan ada binatang melata pun yang akan hidup pasca bencana itu, sebagaimana azab yang ditimpakan kepada ummat nabi – nabi sebelum ummat Nabi Muhammad SAW. Ummat Nabi Luth yang homoseks / lesbian diazab Allah dengan dihujani batu dari neraka sijjil. Ummat Nabi Nuh ditimpa banjir bandang yang sangat besar. Ummat Nabi Musa (Fir’aun dkk) yang ditenggelamkan di dalam laut. Semua peristiwa -peristiwa tersebut menampakkan kedahsyatan bencana yang terjadi sehingga tidak satu pun makhluq yang hidup kecuali orang – orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya.

Berbeda dengan bencana yang dialami oleh ummat Nabi Muhammad SAW, termasuk yang ada di negeri ini. Sebesar apapun bencana yang terjadi, masih banyak orang yang bisa menyelamatkan diri. Diantara para korban terdapat orang-orang yang ingkar pada Allah namun ada juga korban dari kalangan orang – orang yang beriman bahkan pula anak-anak yang belum baligh dan tidak belum berdosa. Artinya bencana tersebut tidak ditujukan atas ingkarnya manusia terhadap Allah, namun bencana tersebut terjadi karena perihal lain. Sungguh Allah SWT telah menangguhkan azab kepada ummat Muhammad yang bermaksiat saat berada di akhirat kelak.

Adakalanya bencana yang datang mendatangkan ibrah tertentu bagi manusia. Seperti halnya cerita dua anak asal Mentawai.  Saat gelombang tsunami kedua menerpa desa mereka, keduanya terlepas dari gendongan kedua orang tuanya dan terpencar dari kakaknya yang lain. Selang dua hari pasca tsunami, penduduk kampung, termasuk kedua orang tua anak ini, mencoba kembali ke kampung halaman mereka. Tidak disangka kedua anak ini ditemukan di hutan dalam keadaan hidup. Ternyata keduanya lari ke hutan untuk menghindari gelombang tsunami.  Saat ditemukan, sang kakak yang berusia tiga tahun dalam kondisi memeluk adiknya yang masih berusia tiga bulan.  Sayangnya proses evakuasi terlambat, sang kakak yang masih berusia tiga tahun akhirnya meninggal di pangkuan sang ayah. Diduga dia mengalami dehidrasi karena semalaman memeluk adiknya  agar tetap dalam kondisi hangat. Subhanallah.

Kita tidak pernah berpikir, anak kecil yang baru berusia tiga tahun yang belum memiliki cukup kekuatan fisik maupun akal mampu melakukan hal itu. Namun Allah menunjukkan kebesaran-Nya dalam bentuk kasih sayang seorang kakak kepada adiknya yang dengan instingnya berusaha keras melindungi adiknya, bahkan sampai mengorbankan dirinya sendiri. Sungguh masih banyak kisah lain dari para saksi korban bencana yang menggambarkan banyaknya ibrah dan kebesaran Allah yang “terungkap” dari bencana alam tersebut sehingga kita tidak bisa menyebut bencana tersebut sebagai azab.

Lagipula secara aqliyah, jikalau bencana tersebut terjadi karena azab akibat ketidaktaatan kepada Alllah SWT, niscaya yang akan diazab pertamakali adalah orang -orang yang berada di Las Vegas, Los Angeles, Paris, London dan di negeri-negeri barat lain yang terang-terangan mengkufuri Allah dan rasul-Nya, bahkan melegalkan perjudian, perzinahan, aborsi, pernikahan sesama jenis dan banyak kemaksiatan lain.

Ujian dan Teguran dari Allah SWT

Sesungguhnya Bencana dan musibah adalah ujian bagi orang – orang yang beriman lagi taat pada Allah. Diantara korban bencana terdapat orang – orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, namun tetap terkena musibah sebagai bagian ujian atas keimanan mereka kepada Allah SWT. Jikalau mereka bersabar atas ujian itu niscaya Allah akan mengangkat derajat mereka.

Namun adakalanya juga bencana tersebut merupakan teguran kepada orang – orang yang menyatakan beriman kepada Allah dan Rasul-Nya namun lalai dari menjalankan kewajiban Allah, bahkan melakukan keharaman yang dilarang-Nya. Akibat kelalaian itulah mereka disiksa di dunia padahal mereka telah mendapatkan banyak kenikmatan. Allah SWT berfirman,

”Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri Beriman dan Bertakwa, pastilah kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat kami) itu, maka kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS. Al A’raf, 7: 96)

Beberapa kasus Bencana Alam juga disebabkan peran manusia yang telah merusak Alam ini. Sebagaimana terlihat pada bencana banjir bandang di Wasior. Akibat gundulnya hutan, hujan yang deras mengakibatkan banjir bandang, tanah longsor dan jatuhnya ribuan kubik kayu gelondongan menghantam Wasior.

Begitu pun dengan bencana Lumpur Lapindo, bencana kebakaran hutan, bencana banjir di berbagai tempat di negeri ini, perubahan iklim, dan banyak bencana lainnya terjadi karena ulah manusia sendiri yang memperlakukan alam dengan serampangan.

Sungguh alam ini telah diciptakan oleh Allah untuk dianugerahkan kepada manusia supaya dimanfaatkan dengan baik sesuai tuntunan Allah dan Rasul-nya. Namun sifat serakah manusia yang diaplikasikan dalam Ideologi Kapitalis Liberal telah mendorong manusia untuk memanfaatkan alam secara liar, tanpa aturan dan hanya memikirkan keuntungan materi belaka. Akibatnya ekosistem terganggu dan bencana pun datang. Allah SWT berfirman yang artinya,

“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari perbuatan mereka, agar mereka kembali.” (QS. AR-Ruum [30]: 41).

Ironisnya Korban dari bencana alam ini umumnya adalah rakyat kecil . Adapun para pengusaha yang merusak hutan, mengeksplotasi daratan dan lautan serta para pejabat korup yang memberi ijin eksploitasi alam secara serampangan justru tidak merasakan bencana yang diakibatkan oleh kerusakan alam yang mereka buat. Mereka hidup nyaman di kota, jauh dari lokasi bencana dan bebas dari tuntutan hukum karena tidak ada hukum kapitalis yang mampu menjerat mereka. Aturan dibuat sedemikian rupa sehingga menguntungkan para pemodal dan menafikan kemaslahatan rakyat. Inilah  bukti yang menunjukkan ketidakadilan Sistem Kapitalis yang saat ini tegak di bumi Nusantara.

Tanggung Jawab Pemimpin

Bencana telah terjadi, korban telah jatuh, saatnya untuk bersikap.  Seorang muslim haruslah peka dan peduli terhadap kondisi yang terjadi di sekitarnya, terutama yang terjadi pada saudara – saudaranya yang seaqidah. Rasulullah Muhammad SAW bersabda yang artinya ,

” Siapa yang menyelesaikan kesulitan seorang mu’min dari berbagai kesulitan-kesulitan dunia, niscaya Allah akan memudahkan kesulitan-kesulitannya hari kiamat. Dan siapa yang memudahkan orang yang sedang kesulitan niscaya akan Allah mudahkan baginya di dunia dan akhirat…..” (HR. Muslim)

Setiap muslim wajib membantu saudaranya sesuai kemampuannya masing – masing. Berinfaq bagi yang berkelebihan harta, membantu dengan bantuan tenaga/ide/saran/semangat atau setidaknya mendoakan para korban serta mensholatkan (sholat ghaib bagi yang jauh) bagi korban muslim yang meninggal.

Namun berbeda bagi para pemimpin. Beban individu dan tanggung jawab Negara adalah berbeda. Individu hanya berkewajiban membantu sebatas kemampuannya, sedangkan Negara bertanggungjawab sepenuhnya atas kesejahteraan rakyat.

Seorang Kepala Negara beserta aparatnya bertugas  mengayomi dan melayani ummat / rakyatnya. Pelayanan ini meliputi segala urusan publik yang berkaitan dengan kesejahteraan rakyat, termasuk diantaranya penanganan korban bencana alam. Rasulullah SAW bersabda yang artinya

”Imam (Khalifah) adalah pengurus rakyat dan dia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus (HR al-Bukhari).

Rasulullah SAW telah memerintahkan seorang penguasa untuk mencurahkan segenap tenaganya dalam menjalankan tanggung jawab umat dan menjaga rakyat, bahkan beliau mengancam para pemimpin yang melalaikan kewajiban ini sebagaimana hadits  dari Ma’qil bin Yasar RA berkata,“Saya pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda, ‘Tidaklah seorang hamba yang dibebani Allah untuk mengurusi rakyatnya dan dia tidak membatasinya dengan nasihat melainkan dia tidak mendapatkan bau surga”. (HR. Bukhori)

Oleh karena itu para pemimpin negeri ini hendaknya bersungguh – sungguh berpikir dan berbuat untuk mengatasi pelbagai persoalan yang menimpa rakyat pasca terjadinya bencana. Segala potensi harus dikerahkan untuk mengembalikan kondisi korban. Pemerintah tidak boleh melempar tanggung jawab ini pada ummat dengan alasan bahwa membantu sesama adalah kewajiban setiap orang, karena sekali lagi tugas individu dan Negara adalah berbeda.Wallahu a’lam bi ashowab

3 pemikiran pada “Memaknai Bencana Alam, Antara Adzab, Ujian, Atau Teguran

  1. alhamdulilah tulisan yang mencerahkan dan meluruskan pemahaman mayoritas kaum muslimin yang selama ini salah dalam memahami makna bencana alam. jazakumullah khoiron katsiron…..

  2. Bismillah bagus untuk kita cerna bersama dan sebagai bahan muhasabah, minta ijin Tadz saya copy paste ya untuk disampaikan ke jamaah masjid semoga menjadi amal jariya antum Tadz. Jazakumullah khoiron Jaza’

Tinggalkan komentar